Bunga Melati
Setangkai Melati
Bunga melati mengajarkan bahwasanya kita janganlah bersikap sombong
dan angkuh. Kita tidak usah mengatakan bagaimana wanginya diri kita.
Karena orang akan mengetahui itu dengan sendirinya.
Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak
memiliki warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan
warna lain untuk berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan,
terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun
ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman
yang asri.
Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada
angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar
ianya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat
hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia
tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin,
ia akan segera kembali pada tangkainya.
Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air
diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah
melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu
pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes.
Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang, karena
hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia
bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air
mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya hujan yang
selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan
juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.
Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya,
memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani
kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia
dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian
dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa
pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?
Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena
dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap
berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu,
kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali
membuatnya tak lagi putih?
Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam,
tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena
masing-masing memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri
menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak
terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu
semua fungsinya sebagai putih.
Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan
sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh
yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias
hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar
di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan
yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya
untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.
Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan
setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang
disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama
cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya
tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga
yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.
Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar
tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak
keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di
putihnya.
Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing
dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap
perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna
aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya
mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya.
Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai
melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.